Liat mesin kopi ini sebentar. Canggih, kerja terus, hasilnya selalu maksimal. Tapi di dunia kerja? Banyak orang kayak gini yang cuma jadi pajangan, sementara yang kosong malah naik jabatan. Gue bakal cerita pengalaman gue dari pengalaman gue waktu jadi Sales In House.
Kalau lo udah cukup lama kerja di dunia properti atau korporat mana pun, lo pasti pernah ngalamin hal yang bikin kepala panas: kenapa orang yang gak kompeten malah bisa naik jabatan?
Bukan cuma “gak kompeten”, tapi beneran gak ngerti apa-apa. Bacot gede, attitude nyebelin, kerja gak jelas… tapi anehnya, tetap naik. Dikasih posisi, dihormatin, disuruh ngatur.
Sementara yang kerja bener, ngerti produk, ngerti klien, malah mentok di bawah. Ini bukan mitos—ini kenyataan. Dan gue sendiri ngalamin.
Gini Ceritanya:
📌 Kasus #1: Bos Gak Pernah Muncul Tapi Asal Nolak
Gue punya atasan, sebut aja si J. Di perusahaan properti yang katanya “kelas internasional”, posisi dia ini strategis. Tapi tiap kali gue minta approval pengajuan unit, jawabannya cuma:
“GAK BISA! GAK BISA! GAK BISA!”
Tanpa alasan. Tanpa argumen. Padahal tim sebelah bisa. Artinya? Masalahnya bukan sistem, tapi orang.
Lebih parah lagi, si J ini hampir gak pernah keliatan di kantor. Gak turun lapangan, gak ngerti produk, gak ada relasi ke klien. Tapi tetap duduk manis sebagai decision maker.
Kenapa bisa? Dua kemungkinan:
- Cantik dan jadi “pemanis” buat petinggi luar negeri. EHEM, lo ngerti lah yaa 😏
- Udah dipelihara sistem, gak bisa disentuh
Intinya: bukan karena kualitas, tapi karena akses.
📌 Kasus #2: Senior Tukang Hina Tapi Dipelihara
Sebut aja si P. Waktu gue baru join, ya wajar lah masih adaptasi. IPL, ukuran semi gross vs gross, detail brosur yang gak ditulis jelas. Gue tanya baik-baik.
Responsnya?
“GOBLOK BANGET! MASA GITU AJA NANYA! TOLOL! KATANYA SALES UDAH LAMA!”
Itu bukan koreksi. Itu penghinaan. Dan dia ngomongnya keras, sambil bentak-bentak di depan orang.
Pernah juga pas pameran, waktu gue sambut calon konsumen yang mundur karena diajak suaminya, langsung diteriakin:
“GOBLOK! BINATANG! TOLOL BANGET LO YA!”
Gue diem. Bukan karena setuju, tapi karena kaget. Orang kayak gini kok bisa jadi supervisor?
Gue tanya ke Assistant GM. Jawabannya?
“Dia orang kepercayaan owner langsung. Gak bisa disentuh siapa pun.”
Kenapa Dunia Kerja Sering Gak Adil?
Fenomena orang bodoh bisa naik jabatan dan akhirnya jadi bos itu bukan hal langka. Bukan cuma sekali dua kali kejadian begini muncul di dunia kerja faktanya, makin sering kita terjun langsung ke lingkungan profesional, makin sering pula kita melihat betapa sistem kantor kadang terasa nggak masuk akal. Kayak hukum rimba yang dibungkus jas mahal. Ada yang nggak ngerti kerjaan teknis, nggak bisa jelasin produk, skill komunikasi payah, tapi karena faktor tertentu entah kedekatan dengan owner, titipan, atau sekadar modal muka dan bacot bisa naik posisi.
Lebih parahnya, sistem ini didukung oleh struktur yang permisif. Jadi bukan cuma individu bodoh yang jadi masalah, tapi seluruh ekosistem yang membiarkan incompetence tumbuh subur. Tim jadi frustrasi, anak baru kehilangan semangat, yang kerja bener malah sering kena semprot. Akhirnya budaya kerja rusak, dan loyalitas cuma jadi basa-basi buat yang nggak kuat mental.
Kalau dibiarkan, lama-lama yang bertahan bukan orang pintar, tapi orang yang tahan disuruh-suruh sama bos yang bahkan nggak paham basic kerjaannya sendiri. Dan dari situ, siklus rusaknya terus berulang.
- Privilege dan Koneksi
Siapa lo kenal kadang lebih penting dari apa yang lo bisa. Anak pemilik, mantan partner direksi, atau cuma nempel sama orang kuat. Shortcut itu nyata. - Pintar Ngejilat, Bukan Ngerjain
Banyak bos lebih seneng anak buah yang iya-iya doang. Gak bantah, nurut, bikin mereka ngerasa aman. Kompetensi jadi nomor dua. - Modal Tampang dan Aura
Tampang bagus, senyum tiap hari, gaya elegan... sering lebih dipilih dari isi otak. Apalagi di industri kayak properti, tampang bisa jadi “aset”. - Bos Insecure Takut Saingan
Banyak atasan yang sengaja rekrut orang bodoh biar gak dilangkahin. Yang pinter dianggap ancaman. - Hoki dan Timing
Kadang orang bisa naik jabatan cuma karena kebetulan dia nongol pas lagi butuh pengganti. Udah. Nempel terus di situ.
Dampaknya ke Tim? Hancur.
- Moril tim anjlok
- Produktivitas turun
- Orang bagus resign
- Kultur kerja jadi toxic
Akhirnya yang tersisa cuma orang ABS (Asal Bos Senang), bukan yang kerja beneran.
Terus Kita Harus Apa?
Lo gak harus jadi penjilat. Jangan cuma nge-iyain semua perintah bos sambil diem-diem kesel. Tapi juga jangan terlalu polos mikir, “kerja keras pasti dihargai.” Kadang yang kerja mati-matian malah dicuekin, sementara yang rajin ngejilat bisa dapet posisi.
Fakta pahitnya: kerja keras doang gak cukup. Kalau lo gak bisa bikin orang liat apa yang lo lakuin, pencapaian lo gampang hilang begitu aja. Lo harus ngerti sistem. Tahu kapan diem, kapan speak up, kapan cabut. Bukan buat ikut main kotor, tapi biar lo gak jadi korban permainan mereka.
Bangun kredibilitas lo pelan-pelan. Cari dukungan dari orang-orang yang tepat. Bangun jaringan sehat tanpa harus menjilat. Dan satu hal yang sering diremehkan: pastikan kontribusi lo keliatan. Jangan cuma kerja, tapi bikin kerjaan lo susah buat diambil alih atau diklaim orang lain.
Penutup
Kalau lo ngerasa dunia kerja makin absurd, lo gak sendiri. Banyak dari kita yang nahan jengkel tiap hari liat orang kosong naik jabatan, sementara kita kerja pagi sampe lembur kayak gak dihargai.
Tapi jangan kalah.
Dunia memang gak adil, tapi bukan berarti lo harus tunduk sama sistem yang busuk. Ada waktunya lo ambil alih. Bukan buat balas dendam, tapi buat benerin cara mainnya.