Rahasia Jadi Top Sales Properti Baru dalam Sebulan: Studi Kasus Permata Hijau Suites

Sales Story

Waktu itu gue baru aja pindah proyek.

Dari yang sebelumnya udah cukup familiar, pindah ke Permata Hijau Suites rasanya kayak dilempar ke lapangan baru—tanpa pemanasan. Brosur belum hapal luar kepala, nama stack unit masih suka ketuker, bahkan nama tim internal pun masih satu-satu gue kenalin. Yang biasanya udah otomatis kalau jawab pertanyaan konsumen, sekarang gue harus buka catatan dulu, atau minta waktu buat ngecek ke admin.

Rasanya agak kagok. Kayak lo baru masuk sekolah baru, padahal lo udah kelas 12. Gak ada waktu buat trial-and-error. Semuanya serba cepat, dan pressure dari tim udah langsung terasa.

Target gue saat itu? Jujur, gak muluk. Gue gak ngincer posisi apapun. Gue cuma pengin adaptasi, kenal proyek, belajar flow-nya, dan yang penting: jangan bikin kesalahan fatal. Satu unit pun kalau jadi, itu udah gue anggap kemenangan.

Apalagi, proyek ini bukan proyek murah. Buyer-nya bukan kalangan iseng. Kalau lo salah info dikit aja, mereka bisa langsung ilfeel dan batal. Jadi gue fokus benerin basic: kuasai produk, pahami behavior klien, jaga attitude.

Tapi ternyata, justru di bulan pertama itu, semua berubah. Gue malah tembus 4 unit sekaligus, dan tanpa gue duga, nama gue keluar sebagai Top Sales Oktober.

Gue sendiri sempet bengong. Bukan karena gak yakin sama kemampuan sendiri, tapi karena semua itu terjadi cepet banget dan tanpa strategi rumit. Gak ada iklan. Gak ada traffic gila-gilaan. Gak ada pameran besar-besaran.

Dan setelah gue pikir-pikir, semua itu ternyata berawal dari satu hal kecil yang gue lakuin dengan serius.


📍 Semua Berawal dari Satu Pembeli yang Percaya

Gue gak promosi besar-besaran. Gak ikut pameran, gak blast WA ribuan orang, gak ngiklan. Gue cuma ngobrol satu-satu. Liat siapa yang memang lagi butuh properti dan bisa gue bantu.

Satu hari, ada calon pembeli yang datang bukan referral, bukan temen. Orangnya kalem, to the point.

“Bang, gue cari apartemen yang tenang, gak terlalu rame, dan kalau bisa ready stock.”

Singkat. Tapi di situ gue tahu, ini orang serius.

Gue langsung kirim list unit real, bukan gimmick. Gue bantuin simulasi cicilan, kasih beberapa alternatif perbandingan, dan pastiin semua informasinya jelas dari awal. Gue juga gak jual mimpi. Gue jelasin kekurangan unit, posisi matahari, biaya bulanan—semuanya terang-terangan.

Dan hasilnya? Dia deal.


🔁 Yang Beli, Bawa Temen. Temennya Bawa Lagi. Berantai.

Seminggu setelah itu, HP gue bunyi lagi. Klien pertama tadi chat:

“Bro, temen gue juga lagi cari properti. Bisa bantuin gak?”

Gue iya-in. Gak mikir panjang. Sama kayak sebelumnya, gue bantuin dari nol. Jelasin ulang semua hal yang mungkin temennya belum paham. Tapi karena klien pertama udah percaya, proses jadi jauh lebih cepat.

Dan... temennya juga jadi beli.

Gak berhenti di situ. Temennya itu, seminggu kemudian ngajak satu orang lagi, katanya sepupunya. Sepupunya juga beli.

Dan... sepupunya ngajak temennya juga. Empat. Empat unit, berurutan. Semua dalam rentang waktu kurang dari satu bulan.

Gak ada yang gue paksain. Semua terjadi karena pengalaman mereka sebelumnya positif. Dari satu jadi empat. Tanpa saya kejar-kejar. Tanpa promosi besar.


🚀 Kenapa Bisa Jalan Secepat Itu?

Setelah semuanya kejadian, gue duduk sebentar dan evaluasi: apa yang bikin ini semua bisa kejadian?

Ternyata, beberapa hal ini jadi kunci:

Respons Cepat, Tapi Tetap Manusiawi

Gue bukan yang reply kilat kayak robot, tapi gue pastikan semua chat dijawab saat itu juga atau gak lama. Gue juga gak langsung nembak, “Kapan bisa bayar booking?” Tapi lebih ke arah ngobrol: “Ada yang bikin bingung gak dari brosur kita?”

Data Selalu Siap

Sebelum ketemu klien, semua udah gue siapkan. Simulasi cicilan untuk KPA & tunai, list unit available, estimasi harga + promo. Gue gak nunggu klien nanya dulu. Gue kasih semua kemungkinan di awal.

Gak Sok Hebat, Gak Overpromise

Gue bilang apa adanya. Misal: “Kalau lo butuh yang view city night, kita punya, tapi anginnya agak kencang dan posisi dapur agak kecil. Cocok kalau lo gak terlalu banyak masak.”

Keliatan remeh, tapi kejujuran kecil kayak gini bikin klien ngerasa diperlakukan sebagai temen, bukan target closing.

Gue Gak Ngemis, Tapi Bantuin

Gue sadar, klien beli karena mereka percaya, bukan karena kasihan. Jadi cara terbaik biar mereka percaya ya cuma satu: jadi orang yang bisa mereka andalkan. Bukan yang maksa-maksa beli.


💬 Refleksi: Ternyata Gak Butuh Banyak Leads. Cukup Satu yang Bener.

Banyak sales, terutama yang baru, terlalu fokus ngejar angka besar. Blast sana-sini, DM-in ratusan orang, seolah makin banyak makin bagus.

Tapi faktanya:
Gak semua leads itu berkualitas.
Yang lebih penting itu: satu klien puas → efek berantai.
Kalau lo pegang satu orang dengan serius, mereka akan datengin yang lain secara natural.

Gue belajar dari bulan itu, bahwa closing bukan cuma soal skill ngomong atau kecepatan presentasi. Tapi juga soal niat bantu, dan komitmen nunjukin bahwa lo beneran peduli.


🧠 Tips Buat Sales yang Lagi Mulai atau Baru Pindah Proyek:

  1. Jangan fokus ke banyak orang. Fokus ke satu orang yang bener-bener butuh.
  2. Jangan fake. Klien bisa ngerasain kalau lo cuma ngejar komisi.
  3. Follow-up itu penting, tapi jangan ngebom. Tahu batas.
  4. Dengerin lebih banyak, ngomong secukupnya.
  5. Jangan asal promosi. Bangun rasa ingin tahu dulu.
  6. Belajar terus. Update unit, brosur, program promo. Jangan ketinggalan.

✍️ Penutup: Mentalitas Sales yang Mau Tumbuh

Gue gak nulis ini buat pamer. Gue nulis ini karena gue juga pernah di posisi awal — bingung, baru pindah proyek, gak tahu harus mulai dari mana. Gue pernah ngalamin sepi, ditolak terus, dan cuma bisa ngelamun di kantor nungguin traffic yang gak datang-datang.

Tapi ternyata, yang lo butuh bukan ribuan leads atau ilmu magic dari seminar motivator. Yang lo butuh cuma satu: niat bantu orang dengan tulus.

Dan percaya, itu akan balik lagi ke lo dalam bentuk closing yang lo gak sangka-sangka.

Terima kasih udah baca sampai habis. Semoga cerita ini bisa jadi titik balik lo juga.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
© Andre Adityawarman Kusuma. All rights reserved.